Siang ini, matahari terlihat malu
menampakan dirinya. Tapi aku harus siap mengantarkan HP dan dompet ayah yang
tertinggal dirumah ke kantornya. Ku berhenti sejenak di ufuk pintu dan menatap
ke langit. “mungkin kau akan menangis hari ini, tapi tunggulah sampai ku
kembali kerumah. Agar aku dapat melihat tangisanmu dengan hangat”.
Ku mulai
memutar roda sang jagoan untuk pergi. Aku termangu memandangi jalanan. Lihatlah
betapa sibuknya kendaraan-kendaraan itu berseliweran dihadapan ku. Sesekali bunyi
telakson mengagetan jantung ku, memberi tanda betapa terburu-burunya mereka
untuk segera pergi.
Tak lama
ku memacu kuda besi ku dengan cepat, sampailah aku di depan halaman kantor
ayah. Tak lama setelah ku parkirkan motor ku di bibir jalan.
“assalamualaikum tante ini mi, apakabar? “ sapa ku di
telepon dengan salah satu rekan ayah.
“walaikumsalam hey mi, kabar baik J kamu sendiri bagaimana? “
“alhamdulillah tante, mi baik juga J. Oiya tante di ruangan ada
ayah ga? Mi udah ada di depan gedung. Maaf tante sebelumnya, boleh mi minta
tolong panggilkan ayah untuk turun ga ? J
“
“masuk aja mi sini keatas,tidak apa-apa ko”
“hehehe ga enak tante, lagi pula susah parkirnya masuk
kedalam sudah penuh”
“oiya yah, ya nanti tante kasih tau ayah mu, ni dia lagi
turun. Tunggu sebentar ya mi J
“
“ iya tante terimakasih sebelumnya. Assalamualaikum”
“ iyah sama-sama . walaikumsalam”
3 menit
kemudian, di ujung tangga ku melihat ayah datag menghampiri. Sapa hangat dari
wajah sejuknya membuka pertemuan kami.
“ assalamualaikum,
sudah sampai mi?”.
“iya yah, ini hp dan
dompetnya. Lain kali jangan sampai lupa lagi atuh :D” ledek ku dengan ayah.
“ hehe iyah, ya namanya juga lupa tak bisa disalahkan toh :D*tertawa
halus*” sepertinya ayah tak mau kalah dengan perkataan ku ini hehehe.
“iyaa,,,nanti kalo tertinggal lagi bakal minta ongkos kirim
nih kayaknya :D hahaha” guyon ku pada ayah
“hahaha kamu ini, ni buat beli makan. Ayah tau kamu pasti
laper kan kalo udah jam segini.” Ayah menjulurkan tangan nya dan memberiku selembar
uang kertas untuk membeli makanan hahah, ayah memang royal kalo soal makanan ke
aku.
“mheheh mi ga minta loh yaaaa, :D tapi emang bener mi laper
yah hehe” ledek ku malu-malu.
Ku akhiri
pertemuan ku dengan mencium tangan ayah siang tadi. Segera ku meluncur dengan
gesit dengan kuda besi ku ini. Terlihat jelas di spion mungil ku ini, ayah
masih berdiri melihat kepergian ku hinggu ku menghilang di pertigaan jalan.
Ya,
sampai saat ini langit masih terselimut kegelapan nya. Khawatir karna aku tak
membawa jas hujan ku pacu terus kuda ini. Tak sadar beberapa titisan mendarat
di kaca helm ku. “ hay malaikat hujan yang tampan nan rupawan. Bisa kah kau
tahan sebentar tangisan mu?. Biarkan anak kecil ini terlebih dahulu mendaratkan
tubuhnya di sofa empuk di tengah ruangan”. Teriak ku dengan kencang. Entahlah tak
terfikir apakah orang disamping ku yg sedang berkendara juga ikut mendengarkan
percakapan konyol ku itu dengan sang malaikat hujan atau tidak. Tak ku
perdulikan karna yang dibenak ku hanya cepat sampai rumah.
Aku kembali
menghela nafas. Jalanan menuju rumah lumayan senggang. Beberapa saat tiba
dirumah malaikat hujan pun benar-benar menangis hingga membuat jiwa inii terasa
menggigil dibuatnya. Entah apa yang membuatnya hingga pagi ini mangis. Andai aku
bisa mengetahui kesedihan mu itu, akan ku buat diri ini sebagai badut
penghibur.
Jreeng..jreengg.jreng..
petikan gitar mengantarkan ku pada siang yang sejuk nan gelab. Kadang aku suka
memainkan gitar disaat berbagai situasi. Entahlah terkadang sang jiwa inilah
sebagai pemersatu keadaan. Masih sambil memainkan gitar, aku pun membuka laptop
...
Baru ingin mengetik kunci pasword di laptop ,
seorang pengamen wanita mendendangkan nyanyiannya di teras rumah. Aku sempat
terkejut, sejenak ku terdiam dalam hanyutan lagu sang pengamen wanita tersebut.
“I remember…The way you glanced at me, yes I remember
I
remember…When we caught a shooting star, yes I remember
I
remember.. All the things that we shared, and the promise we made, just you and
I”
Sambil menyenandungkan
lagu yang familier itu, sepotong kisah pendek terlintas dikepalaku. Cerita tentang
seseorang yang pernah menjadi istimewa. Untaian memori yang secara otomatis
muncul ketika lagu dari mocca ini terputar. Terdengar berlebihan memang , sudahlah
aku tak ingin terlarut dalam emosi yang tidak perlu. Ku keluar dan memberikan
selemar kertas pada wanita pengamen tersebut. Ku lirik ia tersenyum pada ku.
Apakah
semesta telah memaksa ku mengingat nya lagi lewat pengamen separuh baya tadi. Entahlah
, dibenak ku saat ini hanya ingin bertemu denganngan nya mungkin sekali lagi.
“Tengnong”..suara pemberitahuan
bahwa ada pesan masuk di hp. Dan kau tiba-tiba muncul. Ya kau muncul. Seperti malaikat
yang dikirim semesta dari antah-berantah. Dengan kata sepatah mu itu kau
menegur ku lagi. Tidak pernah ku berfikir bahwa hal ini akan terjadi. Mungkin sedikit
berlebihan dalam sebuah andai-andai, tapi inilah nyatanya.
Siang hari yang sejuk menjadi
saksi. Sekian hari kau acuhkan aku, kau diamkan aku dan menghilang, Kau ingin
bertemu dengan ku malam ini. Berputar. Dalam pusarannya aku terhisap. Dalam pusarannya
aku menunggumu, menunggumu. Menunggu sambil berharap sepenuh jiwa agar
penantianku tidaklah sia-sia dilalap waktu.
Ku senandungkan sisa lagu tadi. Lagu
yang telah memberikan sejuta memori di kepala ku. Di akhir pekan , di bawah
pohon rindang, di depan danau yang sejuk, yang masih menyisahkan lagi banyak pertanyaan.
“And the
way you smile at me,Yes I remember”